Nama :Desima Happy
Npm :21210840
Tugas 11 Akuntansi Internasional
Perpajakan
Internasional
Tujuan Kebijakan Perpajakan
Internasional
Untuk memajukan perdagangan antar
negara, mendorong laju investasi di masing-masing negara, pemerintah berusaha
untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan investasi tersebut.
Salah satu upaya untuk meminimalkan beban tersebut adalah dengan melakukan
penghindaraan pajak berganda internasional.
Teori
Apakah prinsip-prinsip yang harus
dipahami dalam perpajakan internasional?
Doernberg (1989) menyebut 3 unsur
netralitas yang harus dipenuhi dalam kebijakan perpajakan internasional:
1. Capital Export Neutrality
(Netralitas Pasar Domestik): Kemanapun kita berinvestasi, beban pajak yang
dibayar haruslah sama. Sehingga tidak ada bedanya bila kita berinvestasi di
dalam atau luar negeri. Maka jangan sampai bila berinvestasi di luar negeri,
beban pajaknya lebih besar karena menanggung pajak dari dua negara. Hal ini
akan melandasi UU PPh Psl 24 yang mengatur kredit pajak luar negeri.
2. Capital Import Neutrality
(Netralitas Pasar Internasional): Darimanapun investasi berasal, dikenakan
pajak yang sama. Sehingga baik investor dari dalam negeri atau luar negeri akan
dikenakan tarif pajak yang sama bila berinvestasi di suatu negara. Hal ini melandasi
hak pemajakan yang sama denagn Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) terhadap
permanent establishment (PE) atau Badan Uasah Tetap (BUT) yang dapat berupa
cabang perusahaan ataupun kegiatan jasa yang melewati time-test dari peraturan
yang berlaku.
3. National Neutrality: Setiap
negara, mempunyai bagian pajak atas penghasilan yang sama. Sehingga bila ada
pajak luar negeri yang tidak bisa dikreditkan boleh dikurangkan sebagai biaya
pengurang laba.
Hasil atau Isi
Mengapa terjadi perpajakan berganda
internasional?
Perpajakan berganda terjadi karena
benturan antar klaim perpajakan. Hal ini karena adanya prinsip perpajakan
global untuk wajib pajak dalam negeri (global principle) dimana penghasilan
dari dalam luar negeri dan dalam negeri dikenakan pajak oleh negara residen
(negara domisili wajib pajak). Selain itu, terdapat pemajakan teritorial
(source principle) bagi wajib pajak luar negeri (WPLN) oleh negara sumber
penghasilan dimana penghasilan yang bersumber dari negara tersebut dikenakan
pajak oleh negara sumber. Hal ini membuat suatu penghasilan dikenakan pajak dua
kali, pertama oleh negara residen lalu oleh negara sumber Misalnya: PT A punya
cabang di Jepang. Penghasilan cabang di jepang dikenakan pajak oleh fiskus
Jepang. Lalu di Indonesia penghasilan itu digabung dengan penghasilan dalam
negeri lalu dikalikan tarif pajak UU domestik Indonesia.
Bentokran klaim lebih diperparah
bila terjadi dual residen, dimana terdapat dua negara sama-sama mengklaim
seorang subjek pajak sebagi wajib pajak dalam negerinya yang menyebabkan ia
terkena pemajakan global dua kali. Misalnya: Mr. A bekerja di Indonesia lebih
dari 183 hari namun setiap sabtu dan minggu ia pulang ke rumahnya di Singapura.
Mr. A dianggap WPDN oleh Indonesia dan juga Singapura sehingga untuk wajib melapor
dan membayar pajak untuk penghasilan globalnya pada Indonesia maupun Singapura.
Apa saja upaya untuk menghindari
perpajakan berganda internasional?
1. Tax Treaty (Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda/P3B): yaitu perjanjian antara 2 negara untuk
menghindari pajak berganda untuk memajukan investasi antara 2 negara tersebut.
Untuk active income, Biasanya negara sumber hanya berhak memajaki penghasilan
dari cabang (BUT) dan penghasilan dari aset tak bergerak yang berhasil dari
negara sumber tersebut. Bila ekspor-impor biasa tanpa BUT maka negara sumber
tidak bisa memajaki. Penghasilan pegawai hanya boleh dipajaki bila melewati
time-test atau dibayar oleh WPDN ataupun BUT. Untuk passive income seperti
deviden, bunga dan royalti, kedua negara berhak memajaki namun terdapat
pengurangan tarif.
2. Kredit Pajak Luar Negeri:
Yaitu jumlah pajak yang dibayarkan di luar negeri dapat dijadikan pengurang
pajak penghasilan secara keseluruhan. Di Indonesia diatur dalam UU PPh pasal
24. Dimana kredit pajak luar negeri hanya sebatas: Penghasilan LN/(Semua
penghasilan LN dan DN) x PPh terutang untuk semua penghasilan
Apa saja masalah-masalah dalam
perpajakan internasional?
1. Transfer Pricing: Kegiatan
ini adalah mentransfer laba dari dalam negeri ke perusahaan dengan hubungan
istimewa di negara lain yang tarif pajaknya lebih rendah. Hal ini dapat
dilakukan dengan membayar harga penjualan yang lebih rendah dari harga pasar,
membiayakan biaya-biaya lebih besar daripada harga yang wajar, thin
capitalization (memperbesar utang dengan beban bunga untuk mengurangi laba).
Misalnya: tarif pajak di Indonesia 28%, di Singapura 25%. PT A punya anak
perusahaan B Ltd di Singapura, maka laba di PT A dapat digeser ke B Ltd yang
tarifnya lbh kecil dengan cara B LTd meminjamkan uang dengan bunga yang besar,
sehingga laba PT A berkurang, memang pendapatan B Ltd bertambah namun tarif
pajaknya lebih kecil. Hal bisa juga dilakukan dengan PT A menjual rugi (mark
down) barang dan jasa (harga jual di bawah ongkos produksinya) ke B Ltd. Di
Indonesia, transfer pricing dicegah dalam UU PPh pasal 18 dimana pihak fiskus
berhak mengkoreksi harga transaksi, penghitungan utang sebagai modal dan DER
(Debt Equity Ratio).
2. Treaty Shopping: Fasilitas
di tax treaty justru bukannya menghindarkan pajak berganda namun malah memberi
kesempatan bagi subjek pajak untuk tidak dikenakan pajak dimana-mana. Misalnya:
Investasi SBI di bursa singapura dibebaskan pajak. Treaty Shopping diredam
dengan ketentuan beneficial owner (penerima manfaat) dalam tax treaty (P3B)
baik yang memakai model OECD maupun PBB sehingga tax treaty hanya berlaku bila
penerima manfaat yang sebenarnya adalah residen di negara yang menandatangani
tax treaty.
3. Tax Heaven Countries:
Negara-negara yang memberikan keringanan pajak secara agresif seperti tarif
pajak rendah, pengawasan pajak longgar telah membuat penerimaan pajak dari
negara-negara berkembang merosot tajam. Negara tax heaven yang termasuk dalam
KMK No.650/KMK04/1994 antara lain Argentina, Bahrain, Saudi Arabia, Mauritius,
Hongkong, Caymand Island, dll. Saat ini negara tax heaven sedang dimusuhi dunia
internasional, pengawasan tax avoidance (penghindaran pajak) di negara-negara
tersebut sedang gencar-gencarnya. Berinvestasi di negara tax heaven beresiko
besar terkena koreksi UU PPh Pasal 18. Lebih baik berinvestasi pada negara
dengan tax treaty.
Analisis Hasil Jurnal
Perpajakan Internasional merupakan
alat untuk mengetahui perbedaan pajak dalam negeri dan memajukan perdagangan
antar negara, mendorong laju investasi di masing-masing negara, pemerintah
berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan investasi
tersebut. Ada beberapa prinsip-prinsip yang harus dipahami dalam Perpajakan
Internasional menurut Doernberg (1989) menyebut 3 unsur netralitas yang harus
dipenuhi dalam kebijakan perpajakan internasional yaitu Capital Export
Neutrality (Netralitas Pasar Domestik), Capital Import Neutrality (Netralitas
Pasar Internasional) dan National Neutrality.
PERPAJAKAN
INTERNASIONAL
Masing-masing negara berhak untuk menentukan pajak dalam
batas kenegaraannya yang mengakibatkan perbedaan perpajakan di tiap-tiap
negara, selain juga disebabkan perbedaan budaya dan pemaksaan pajak. Perbedaan
tersebut meliputi perbedaan dalam penentuan pajak dan penentuan biaya.
Keseimbangan
dan netralitas
Prinsip equity menyatakan dalam kondisi sama pembayar pajak
hendaknya dibebankan pajak yang sama sedang netrality menyatakan pengaruh pajak
hendaknya tidak memiliki imbas dalam pengambilan keputusan bisnis.
Sumber
pendapatan
Sumber pendapatan dikelompokkan dalam dua kelas yaitu sumber
pendapatan dalam negeri dan luar negeri. Sumber pendapatan luar negeri adalah
hasil ekspor barang dan jasa termasuk dari cabang di luar negeri dan dikenai
pajak pada saat pendapatan diakui. Pajak cabang LN dapat dikenakan dengan
menggunakan dua metode yaitu pendekatan teritorial dan worldwide. Pendekatan
teritorial berprinsip pajak dikenakan di negara asal di mana pendapatan di dapat.
Pendekatan worldwide dikenakan baik pada penghasilan dalam maupun luar negeri
(pajak berganda).
Penentuan
biaya
Penentuan biaya berpengaruh pada besar pajak. Jika R dan D
dikapitalisasi maka pajak penghasilan akan berlangsung selama masa pengakuan
nilai sampai habis dalam penghapusannya. Jika diperlakukan sebagai biaya hanya
berpengaruh pada periode tertentu sehingga berdampak pada pajak langsung.
Perbedaan penentuan umur aset akan menentukan besar biaya. Aset didepresiasi
lebih pendek berakibat pada biaya menjadi lebih besar dan pajak lebih kecil.
Tipe-tipe pajak
1. Corporate
Income Tax, dua pendekatan yang digunakan sistem klasik yaitu pajak dikenakan
jika penghasilan sudah diterima dan dicatat subyek pajak. Dan sistem integral
yaitu mengeliminasi pajak berganda lewat dua metode yakni split rate dan
imputansi.
2. With
Holding Tax, penghasilan yang dihasilkan perusahaan anak di LN dikenakan pajak
negara itu, sedang dividen yang dikirim ke perusahaan dikenakan pajak negara tempat
perusahaan induk berada.
3. Indirect
Tax, pajak tidak langsung dikenal sebagai pajak pertambahan nilai. Konsep
mendasari adalah bahwa pajak dikenakan pada tiap tahap produksi. Pertambahan
nilai didapat dari penghasilan barang dikurang nilai input, tetapi PPn bukan
pajak penjualan.
4. Penghindaran
pajak berganda
Permasalahan pengenaan pajak terhadap anak perusahaan di LN
adalah kemungkinan terjadi pengenaan pajak ganda yaitu saat penghasilan diakui
dikenai pajak nnegara tersebut dan dikenai pajak negara perusahaan induk saat
penghasillan diakui oleh perusahaan induk.penghindaran pajak dapat menggunakan
metode :
1. Kredit
pajak, perusahaan dapat mengurangi beban pajak dengan dollar for dollar basis.
2. Traktat
pajak, perbedaan filosofi pembebanan pajak menimbulkan treaty untuk
meminimisasi pajak berganda, melindungi hak amsing-masing negara dalam memungut
pajak dan menyediakan acuan untuk memutuskan suatu masalah.
Sumber
Prof. Gunadi. 2007. Pajak
Internasional. LPFEUI
http://noeryz.blogspot.com/2014/03/akuntansi-perpajakan-internasional.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar